Ketentuan Imam dan Makmum
Assalamu’alaikum Sobat... :D
Di postingan ini RemIHata ingin membahas tentang “Ketentuan
Imam dan Makmum”
Simak yaaah... :p
1. Apa saja syarat menjadi imam shalat jamaah?
Syarat untuk menjadi imam shalat jamaah :
a.
Lebih banyak mengerti dan paham masalah ibadah
shalat;
b.
Lebih banyak hafal surah-surah Al-Quran;
c.
Lebih fasih dan baik dalam membaca bacaan-bacaan
shalat;
d.
Lebih senior atau tua dari pada jamaah lainnya;
e.
Imam harus laki-laki, tetapi, jika semua
jamaahnya perempuan, imamnya boleh perempuan.
2. Bagaimana cara membaca bacaan shalat ketika
menjadi imam?
Imam membaca
semua bacaan shalat secara lirih (hanya bisa didengar oleh imam) pada saat
melaksanakan shalat Zhuhur dan ‘Ashar. Sedangkan pada saat melaksanakan shalat
Magrib, ‘Isya, dan Shubuh, imam membaca Al-fatihah dan surah secara keras pada
rakaat pertama serta rakaat kedua.
3. Apa saja syarat menjadi seorang makmum?
Syarat menjadi
makmum adalah mengikuti imam dan gerakan imam. Dia tidak boleh mendahului
gerakan imam.
4. Jika imam lupa jumlah rakaat atau gerakan shalat,
apa yang makmum lakukan?
Jika imam lupa
jumlah rakaat atau salah dalam melakukan gerakan shalat. Makmum laki-laki
mengingatkan imam dengan cara membaca “Subhaanallah” dengan suara yang dapat di
dengar imam, sedangkan makmum perempuan dengan bertepuk tangan.
5. Jika shalat berjamaah dilakukan dua orang
saja, yaitu seorang imam dan seorang makmum, bagai mana cara shalat jamaahnya?
Jika seperti itu
keadaannya, posisi makmum harus berada di sebelah imam dengan agak kebelakang
sedikit.
6. Jika jumlah makmum lebih dari dua orang
bagaimana?
Jika makmum
terdiri atau dua orang atau lebih, posisi makmum adalah membuat barisan di
belakang imam. Jika makmum yang kedua adalah masbuk, makmum masbuk itu menepuk
pundak makmum pertama agar dia melangkah mundur dan membuat barisan bersama
tanpa membatalkan shalat.
7. Bagaimana jika terdapat makmum laki-laki
dan makmum perempuan?
Makmum laki-laki
berada di belakang imam, sedangkan makmum wanita di belakang makmum laki-laki.
8. Di manakah tempat bagi makmum anak-anak
jika mengikuti shalat jamaah?
Jika ada
anak-anak, anak laki-laki berada di belakang makmum laki-laki dewasa. Makmum
anak-anak perempuan berada di belakang makmum anak laki-laki, sedangkan makmum
perempuan dewasa berada di belakang makmum anak-anak perempuan. *baca Shalat Berjamaah
9. Niat saya awalnya kan shalat sendiri, saat
sudah ditepuk bahunya, bagaimana dengan niat shalat saya? Bukankah shalatnya
jadi berjamaah dan bukan sendirian lagi? Apa saya perlu mengganti niatnya atau
dilanjutkan saja?
Sebenarnya
kebiasaan tepuk pundak ini tidak ada dasarnya dalam fiqih shalat. Sebab kita
tidak menemukan dalil baik dalam Al-Quran atau pun sunnah tentang hal ini.
Namun untuk
lebih lengkapnya pemahaman kita tentang urusan ini, ada baiknya kita telusuri
kasusnya sejak semula, yaitu apakah boleh seorang shalat sendirian tiba-tiba
mengubah niatnya menjadi imam, karena ada orang yang datang kemudian dan
menjadikannya imam.
Dalam hal ini
kalau kita telurusui pendapat para ulama, kita akan menemukan perbedaan. Apakah
untuk menjadi imam shalat disyaratkan berniat menjadi imam sejak awal shalat
jamaah dilakukan?
Ternyata ada
sebagian ulama yang berpendapat bahwa syarat untuk menjadi imam harus sudah ada
niat sejak awal shalat. Sebaliknya, menurut sebagian yang lain, niat menjadi
imam tidak menjadi syarat.
Mari kita rinci lebih dalam :
1.
Harus Niat Sejak Awal
Sebagian ulama
seperti mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah mengharuskan seorang imam untuk
sejak awal shalatnya sudah berniat jadi imam. Kalau awalnya niat shalat sendiri
lalu tiba-tiba di tengah shalat mendadak jadi imam, maka hal itu tidak
dibenarkan.
a.
Al-Hanafiyah
Dalam shalat
wajib tidak sah hukumnya untuk bermakmum kepada seseorang yang sedang shalat
sendiri dan tidak berniat menjadi imam sejak awal.
Namun bila
shalat itu bukan shalat wajib tetapi shalat sunnah hukumnya tidak boleh.
Asalkan baik imam atau pun makmum sama-sama shalat sunnah.
b.
Al-Hanabilah
Untuk sah
menjadi imam disyaratkan niat sejak awal shalat. Karena dalam pandangan mazhab
ini, agar shalat itu sah hukumnya, maka baik imam atau pun makmum harus
sama-sama berniat masing-masing sesuai dengan posisinya sejak sebelum shalat
dimulai (takbiratul-ihram).
Namun
sebagaimana dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, ketentuan harus ada niat sejak
awal shalat ini berlaku hanya dalam shalat berjamaah. Dan ada pengecualiannya
yaitu :
Untuk
Imam Masjid
Bagi imam masjid
yang tugasnya secara rutin mengimami orang shalat, boleh saja memulai shalat
sendirian, dan kemudian setelah itu akan menyusul orang yang shalat di
belakangnya sebagai makmum.
Jadi dalam hal
ini niat ketika takbiratul-ihram shalat sendiri, kemudian berubah menjadi imam
karena tahu pasti akan ada orang yang akan menjadi makmum.
Dalam
Shalat Sunnah
Dalam kasus
shalat sunnah, seorang yang sedang shalat sendirian tanpa niat menjadi imam,
boleh saja tiba-tiba didatangi orang lain dan langsung menjadi makmum di
belakangnya. Maka niatnya berubah di tengah jalan dari yang awalnya hanya
shalat sendirian lalu niatnya menjadi imam.
Dasar kebolehan
ini dilandaskan pada praktek yang terjadi di zaman Nabi SAW berdasarkan apa
yang diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahuanhu :
بِتُّ
عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ فَقَامَ النَّبِيُّ مُتَطَوِّعًا
مِنَ اللَّيْل فَقَامَ إِلَى الْقِرْبَةِ
فَتَوَضَّأَ فَقَامَ فَصَلَّى فَقُمْتُ
لَمَّا رَأَيْتُهُ صَنَعَ ذَلِكَ فَتَوَضَّأْتُ
مِنَ الْقِرْبَةِ ثُمَّ قُمْتُ إِلَى
شِقِّهِ الأْيْسَرِ فَأَخَذَ بِيَدِي مِنْ وَرَاءِ
ظَهْرِهِ يَعْدِلُنِي كَذَلِكَ إِلَى الشِّقِّ الأْيْمَنِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu
berkata,"Aku bermalam di rumah bibiku, Maimunah radhiyallahuanha. Nabi SAW
shalat sunnah malam dan mengambil wudhu dari qirbah, berdiri dan mulai
mengerjakan shalat. Aku pun bangun ketika melihat beliau SAW melakukannya, aku
pun ikut berwudhu dari qirbah dan berdiri pada sisi kiri beliau SAW. Beliau SAW
menarik tanganku dari balik punggungnya dan menyeret aku agar pindah ke sisi
kanan beliau. (HR. Bukhari)
Jadi berdasarkan
hadits ini, menurut mazhab Al-Hanabilah, dalam kasus shalat sunnah memang
dibolehkan seorang yang awalnya shalat sendirian tiba-tiba mendadak mengubah
niatnya menjadi imam karena ada orang yang ingin menjadi makmumnya. Tetapi hal
itu tidak berlaku dalam kasus shalat fardhu.
2.
Tidak Disyaratkan Niat
Sedangkan mereka
yang membolehkan perubahan niat di tengah shalat adalah para ulama dalam mazhab
Asy-syafi'iyah dan Al-Malikiyah.
Kedua mazhab ini
tidak mensyaratkan niat untuk menjadi imam sejak awal shalat. Sehingga seorang
yang shalat sejak awal niatnya shalat munfarid (sendirian), lalu ada orang lain
mengikutinya dari belakang, hukumnya sah dan boleh.Baik shalat itu shalat
sunnah atau pun shalat fardhu, keduanya sama-sama dibolehkan.
Mengeraskan
Bacaan Shalat
Adapun apakah begitu jadi imam harus mengeraskan
bacaan, sebenarnya tidak menjadi kewajiban. Sebab mengeraskan bacaan itu bukan
termasuk rukun dalam shalat.
Sekian postingan RemIHaTa tentang Ketentuan Imam dan Makmum
Semoga bermanfaat :D
Wallahu A'lam Bishshawab, Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh,
*jika ada yang salah,
boleh di comment
*Cuma ngeShare bisa
dapet pahala loh!
0 komentar: